Tags

, , ,


COVER FF BEYOND RECOLLECTION1

[GG] Lim Yoona & [SJ] Choi Siwon

Genre : Drama, Mystery, Romance | Rating : Parent Guidance | Length : 2,3k.

 

© 2015 Dhiah MeyLiana

―――

 

“Ketika kau bertemu dengannya, kenangan yang tersimpan di bawah fikiranmu sekalipun, mereka akan berputar, memaksamu untuk mengingat segalanya. Tidak peduli entah itu kenangan baik atau buruk, pada akhirnya mereka akan kau ingat kembali, meskipun hal itu tidak pernah kau inginkan.”

 

―Calistha Lim―

 

BAB IV

FATHER, LOVE, AND REVENGE

 

 

“Yoona sudah menguasai hampir keseluruhan dari tubuh ini, jadi aku mulai berfikir jika akan sangat sulit bagimu untuk muncul kembali. Hanya itutulah yang selama ini kukhawatirkan, Calistha. Dia selalu datang padaku dan mengancam ingin membuatmu menghilang dari dunia ini selamanya. Kenapa kau lama sekali muncul, sayang? Aku benar-benar takut jika Yoona telah menguasai tubuhmu sepenuhnya.”

 

 

 

Tubuh wanita itu masih saja bergetar bahkan saat Calistha kini telah merengkuhnya, membawanya ke dalam pelukan hangat yang menangkan. Wanita yang tengah berada dalam pelukannya saat ini telah dianggapnya sebagai ibu kedua baginya. Karena bagaimanapun juga, hanya wanita itu jugalah yang mengetahui setiap permasalahan Calistha. Sejak pertama kali gadis itu mendapatkan masalahnya, wanita itu yang mengetahuinya.

 

 

“Aku minta maaf karena telah membuatmu takut. Aku sama sekali tidak bermaksud untuk mengancam nyawamu, dokter.”

 

 

Wanita itu mengangguk kemudian melepaskan pelukannya dan beralih menatap mata damai Calistha. “Temukanlah cara apapun agar kau bisa menjauhkannya. Aku akan melakukan apa saja untuk membuat Yoona tertidur selamanya, dengan begitu kau tidak perlu merasakan ketakutan lagi, sayang.”

 

 

Calistha tersenyum hangat dan semakin menggenggam erat tangan dokter Moon. “Aku ingin melakukannya. Tapi tidak untuk sekarang.”

 

 

“Dia terlalu berbahaya, Calistha. Dia akan melakukan apa saja untuk menyingkirkanmu jika suatu saat nanti ia memiliki kesempatan untuk melakukannya. Dan apa kau tidak khawatir pada ibumu? Yoona begitu membencinya, sayang. Dia membenci setiap orang yang berusaha melindungimu.”

 

 

“Ayah tidak pernah memberikan kasih sayangnya padaku, karena itulah Yoona hadir sebagai bagian dari diriku. Karena dia, akhirnya aku bisa merasakan kasih sayang dari ayah. Aku―tidak bisa membunuhnya begitu saja. Jika aku membunuhnya, itu artinya aku akan membunuh kenanganku bersama ayah.”

 

 

Dokter Moon menangis ketika menatap mata Calistha yang begitu sarat akan kepedihan. Ia benar-benar ingin membantu gadis itu menghilangkan kesakitannya karena ia tahu jika Calistha benar-benar telah mengalami kehidupan yang begitu sulit. Meskipun begitu, dokter Moon masih tidak bisa melakukan apa-apa sejak ia tahu jika Calistha ingin mengingat kenangan bersama ayahnya, meskipun harus melalui pribadi dingin dan kejam dari seorang Lim Yoona.

 

 

 

**

 

“Nona muda Calistha telah kembali, presdir.”

 

 

Nyonya Lim terkejut dengan apa yang dikatakan sekretaris Kim. Posisinya yang semula tengah melihat kondisi kota Seoul dari kaca ruangan kantornya seketika saja teralihkan. Ia menatap lelaki di hadapannya itu dengan ekspresi bahagia yang begitu jelas tergambar dari wajah tegas namun penuh kelembutan itu.

 

 

“Siang tadi, nona muda datang mengunjungi departemen tempat dokter Moon mengajar. Bahkan sebelum datang mengunjungi dokter Moon, nona muda telah lebih dulu mengunjungi sebuah café yang tidak jauh dari rumah sakit Hanjin. Namun, beliau hanya berdiri di sana selama hampir setengah jam tanpa melakukan apa-apa. Nona muda bahkan berdiri di luar café, di tengah lebatnya hujan salju.”

 

“Apa itu benar-benar Calistha? Putriku Calistha Lim?”

 

 

Sekretaris Kim mengangguk dengan yakin. “Ini adalah kesempatan anda untuk bertemu dengan beliau kemudian mendiskusikan cara bagaimana menghilangkan pribadi nona Yoona dari dalam diri nona muda.”

 

 

 

Nyonya Lim benar-benar senang mendengarnya, setelah delapan tahun lamanya Calistha akhirnya muncul kembali. Dengan begitu, kekhawatiran yang selama ini ada dalam benaknya mungkin dapat dihilangkannya. Ini adalah sebuah kesempatan yang tidak bisa dilewatkannya begitu saja. Ia akan kehilangan Calistha jika saja di kesempatan kali ini ia kembali gagal.

 

 

“Atur pertemuanku dengan dokter Moon selesai rapat nanti.” Sekretaris Kim mengangguk kemudian bergegas keluar dari ruangan Nyonya Lim setelah sebelumnya ia membungkukkan badannya sebagai bentuk hormatnya pada sang direktur.

 

 

Tidak lama setelah kepergian sekretaris Kim, wanita itu kembali melihat hamparan kota Seoul melalui kaca ruangannya. Tatapannya berubah sedih hingga membuat matanya terlihat berkaca-kaca. “Aku juga menyayangimu, Yoona. Tapi aku harus melindungi Calistha dengan cara membuatmu tertidur untuk selamanya. Saat aku berhasil melakukannya, aku akan mengakui semua kesalahanku pada putriku, Calistha.

 

 

Jhwesonghamnida, yeobo-ya…Jeongmal jhwesonghamnida..

Aku minta maaf karena aku telah begitu menginginkan Yoona menghilang dari kehidupanku.

 

 

 

**

 

Aku juga ingin menghilangkanmu dari dalam diriku, Yoona.

Tapi jika aku benar-benar melakukannya,

maka kau pasti tidak akan meninggalkan sedikit saja kenangan bersama ayah padaku.

 

Aku benar-benar  iri padamu, Yoona.

Hingga rasanya aku ingin membentuk pribadi baru.

Kepribadian yang tidak pernah merasakan kesakitan.

Kepribadian yang akan sama-sama membuat kita bahagia.

Di mana dia akan mencintai ayah dan juga ibu.

 

Kau sepenuhnya benar, Yoona.

Aku hanyalah pribadi lemah,

yang hanya bisa memanfaatkanmu untuk mengingat kenangan bersama ayah.

 

 

Calistha berjalan sembari menundukkan kepalanya, memandangi ujung sepatu ketsnya dengan mata berkaca-kaca. Perasaan sedih kembali menghinggapinya, membuat sebuah luka baru yang sulit untuk disembuhkan. Di saat seperti ini, keinginannya untuk menjadi satu dengan Yoona kembali diinginkannya. Calistha merasa egois karena ia begitu menginginkan semua kenangan yang dimiliki Yoona menjadi miliknya.

 

 

“Itu tidak akan pernah terjadi. Kenanganku tidak akan menjadi milikmu,begitupun sebaliknya. Teruslah bermimpi, Calistha Lim.  Aku senang melihatmu semakin dalam kesakitan.”

 

 

 

Gadis itu menghentikan langkahnya kemudian segera menatap sekelilingnya. Lututnya begitu terasa lemas ketika suara dingin itu tiba-tiba saja terdengar olehnya. Ini tidak mungkin terjadi. Yoona tidak bisa melakukan hal ini padaku.  Calistha menjerit dalam hati, berusaha untuk melenyapkan segala kemungkinan yang saat ini tengah dipikirkannya.

 

 

“Kau tidak bisa meremehkannya, Calistha. Jika suatu saat nanti pribadi Yoona muncul saat kau memiliki tubuh ini, itu artinya kesempatanmu untuk memiliki tubuh ini mungkin tidak akan ada lagi. Pikirkanlah dengan baik, sayang. Aku mohon..lakukan ini demi dirimu sendiri. Jangan pernah biarkan Yoona hidup dengan perasaan dendam yang tidak pernah ada akhirnya..”

 

 

 

Perasaan takut yang teramat kini tengah dirasakannya ketika secara tidak sengaja gadis itu mengingat perkataan terakhir dokter Moon sebelum dirinya meninggalkan rumah sakit. Beberapa detik kemudian, gadis itu menangis, tubuhnya bergetar dengan hebat manakala ia melihat cerminan dirinya sebagai Yoona pada  sebuah kaca toko yang saat ini tepat berada di hadapannya. Yoona―gadis itu kini tengah menatapnya dengan tatapan mengejek yang sarat akan kebencian.

 

 

 

**

 

Donghae menyenderkan punggungnya di salah satu sofa yang berada di dalam ruangan Yoona. Sejak keluar dari ruang rapat beberapa jam yang lalu, lelaki itu memutuskan untuk menunggu kedatangan Yoona di ruangannya, meskipun ia sendiri tidak yakin apakah gadis itu akan datang atau tidak.

 

 

Oh, ayolah Yoona. Kau tidak biasanya seperti ini.”

 

 

Ponsel yang ada dalam genggamannya itu sedari tadi hanya di putar-putarnya. Sudah hampir sepuluh kali ia mencoba untuk menghubungi Yoona namun tidak ada satupun dari panggilannya yang berhasil mendapatkan respon dari gadis itu. Panggilanya selalu tersambung namun tidak pernah di jawab oleh gadis itu. Yang didengarnya hanyalah suara operator yang pada akhirnya menyuruhnya untuk meninggalkan pesan suara. Menyebalkan!

 

 

 

“Apa kau akan tetap diam di sana tanpa berniat untuk melakukan sesuatu yang bermanfaat pada pasienmu?”

 

 

Tiba-tiba saja Donghae teringat perkataan Yoona sekaligus ekspresi gadis itu ketika dulu Yoona memergoki Donghae yang hanya duduk bersila di ruangannya tanpa melakukan apapun. Donghae menghela napasnya dengan kasar kemudian bergegas bangkit berdiri dan berjalan keluar dari ruangan Yoona.

 

 

 

**

 

“Annyeong hasimnikka, seonbae-nim…” Tiffany memutuskan untuk segera menyapa Donghae kemudian membungkukkan badannya dengan sopan. Bisa dikatakan ini adalah sapaan pertama Tiffany pada pria itu. Bukan karena mereka tidak saling mengenal satu sama lain, hanya saja Donghae merupakan salah satu dokter terbaik di rumah sakit Hanjin yang baru bekerja tujuh minggu yang lalu. Bersamaan dengan diangkatnya Lim Yoona menjadi direktur utama Hanjin International Hospital.

 

 

Donghae menghentikan langkahnya dan menoleh ke belakang. Tidak lama setelah ia melihat wajah dari sosok yang baru saja memanggilnya, sekelebat ingatan tiba-tiba saja muncul hingga akhirnya berhasil menciptakan garis kerutan pada keningnya.

 

 

 

Saat itu Donghae tengah berada di kamar Yoona untuk mengambil sebuah dokumen yang dibutuhkan oleh dokter Kim. Yoona yang kebetulan tengah sibuk dengan pekerjaannya memutuskan untuk menyuruh Donghae sendiri yang pergi mencarinya. Ketika Donghae telah mendapatkan dokumen yang ia butuhkan, segera ia putuskan untuk keluar dari kamar Yoona. Namun, ketika tubuhnya hampir mencapai pintu, secara tidak sengaja kedua matanya menangkap selembar foto yang tergeletak di lantai dekat nakas meja rias Yoona yang kebetulan terletak tak jauh dari pintu kamar.

 

 

Dengan langkah pelan,  Donghae mendekat kemudian berjongkok untuk mengambil foto tersebut. Matanya menyipit dan pria itu sedikit terkejut ketika pada akhirnya ia dapat melihat dengan jelas sosok perempuan di dalam foto tersebut yang terlihat mengenakan jas kedokteran yang berlambangkan rumah sakit Hanjin di bagian kiri dadanya.

 

 

Sayangnya, keterkejutan Donghae tidak hanya sampai disitu saja ketika sebait kalimat yang ada di belakang foto tersebut tidak sengaja terbaca olehnya. “Semakin kau membenciku, semakin aku akan mendekatkanmu dengan kesakitan.”

 

 

 

 

Melihat ekspresi Donghae yang tampak kebingungan, Tiffany kemudian menggerakan tangannya di depan wajah Donghae, berniat untuk mengembalikan kesadaran pria itu.

 

 

Seonbae-nim, anda baik-baik saja?”

 

 

Donghae tergagap dan berusaha secepat mungkin mengembalikan kesadarannya yang sempat pergi dari dirinya. “Aku tidak apa-apa, hanya sedikit bingung karena melihatmu.”

 

Seonbae-nim pernah bertemu denganku setelah selesai melakukan operasi bersama direktur.”

 

“Ah yaa…aku ingat denganmu sekarang.”

 

 

 

Pada akhirnya, hanya kalimat itu saja yang keluar dari bibir Donghae, membuat Tiffany tidak tahu lagi harus membicarakan hal apalagi bersama pria itu. “Kalau begitu saya permisi dulu, seonbae-nim. Maaf telah mengganggu waktu seonbae.”

 

 

Tiffany tersenyum kaku, membungkukkan badannya dengan sopan kemudian segera pergi meninggalkan Donghae yang masih berdiri di tempatnya. Sejujurnya, ia ingin menanyakan keadaan sang direktur, Lim Yoona. Namun ketika Tiffany merasakan jika tatapan yang Donghae berikan padanya sedikit aneh, dengan segera Tiffany mengurungkan niatnya tersebut.

 

 

 

**

 

Jiwon hanya bertopang dagu sembari melemparkan tatapan aneh penuh selidik pada salah satu pengunjung café-nya yang tengah menikmati secangkir Caf Au Lait―salah satu jenis kopi yang menjadi minuman tradisional Perancis. Sejak beberapa menit yang lalu, Jiwon menyerahkan pekerjaannya dan hanya memfokuskan dirinya untuk memperhatikan setiap gerak-gerik dari pengunjungnya tersebut.

 

 

“Apa mungkin gadis itu adalah kembarannya?”

 

 

Jiwon mengerucutkan bibirnya dan menggaruk kepalanya yang tidak gatal―kebiasannya ketika tengah dilanda kebingungan. Bagaimana tidak? Baru kemarin ia melihat gadis yang saat ini tengah diperhatikannya itu memaki habis-habisan latte art hasil karya kakaknya, mengatakan jika pekerjaan kakaknya memuakkan, dan bla bla bla.  Lalu siang tadi, ia melihat gadis itu berdiri di luar café untuk waktu yang cukup lama. Dan sekarang? Ia bahkan baru saja memesan secangkir kopi dengan latte art di dalamnya.

 

 

Ini sedikit membuatku kesal! Gadis itu benar-benar tidak terduga.

 

 

 

“Apa yang kau lakukan, hm?”

 

 

Jiwon terlonjak kaget begitu mendengar suara dingin sang kakak yang pada akhirnya berhasil membuat bulunya meremang. Gadis berambut sebahu itu berusaha untuk memberikan senyum manisnya sembari mengelus bahu kekar kakaknya.

 

 

“Pengunjung sudah lumayan sepi, kakak istirahat saja tidak apa-apa. Alex bisa menggantikan kakak untuk menjadi seorang barista. Kami melakukannya dengan baik. Tenang saja…”

 

 

 

Pria itu menatap tangan Jiwon dengan kesal lantas segera menjauhkan tangan adiknya itu dari bahunya. Detik selanjutnya, tangan Siwon bergerak mengelus puncak kepala Jiwon, atau lebih tepatnya mengacak-acak rambut sang adik, seperti sengaja membuat tatanan rambutnya berantakan. Jiwon mendengus sebal dan memukul pelan bahu kakaknya.

 

 

“Kau memang seorang trouble maker sejati, Choi Siwon. Kurasa di dunia ini tidak―”

 

 

Jiwon menghentikan ucapannya kala ia menyadari jika Siwon hanya menatap lurus ke depan dengan ekspresi yang sulit terbaca olehnya. Jiwon mengernyit kemudian secara spontan ia memutar kepalanya, ingin mengetahui hal apa yang telah membuat kakaknya itu terlihat begitu fokus.

 

 

 

“Astaga!”

 

 

 

Jiwon terpaksa harus mengalami keterkejutan untuk yang kedua kalinya ketika ia melihat sosok yang dari tadi diperhatikannya kini hanya berjarak beberapa centimeter darinya. Tubuh gadis itu hanya terhalang oleh meja keramik yang biasa digunakan Siwon untuk meracik kopinya.

 

 

 

**

 

Calistha tersenyum ketika pada akhirnya ia mampu melihat sosok seorang lelaki yang kini tengah mengampiri seorang gadis berambut sebahu yang tidak lain adalah Jiwon. Calista kemudian menyesap kopinya, meletakannya kembali sebelum akhirnya ia berjalan secara perlahan menuju tempat di mana Jiwon dan Siwon sedang berbincang-bincang.

 

 

Ketika ia merasa kehadirannya sukses menyita perhatian Siwon, Calistha kembali tersenyum manis. Ia menatap ke dalam mata tajam pria itu dengan setumpuk perasaan sesal dalam hatinya. Menyesal karena baru hari ini ia memiliki kesempatan untuk bertemu dengannya lagi.

 

 

 

“Astaga!”

 

 

Calistha tersenyum menatap Jiwon yang terlihat terkejut dengan kehadirannya. Calistha tahu jika sedari tadi gadis itu telah memperhatikannya secara diam-diam, namun ia sama sekali tidak memperdulikannya. Ya, Calistha adalah pribadi yang ceroboh. Dan itu merupakan salah satu dari sekian banyak alasan mengapa Yoona begitu membencinya.

 

 

 

Maafkan aku, Yoona..

Aku harus menjaga Siwon dengan cara ini.

 

 

 

**

 

Siwon masih sepenuhnya sadar dengan apa yang terjadi. Namun, ia sama sekali tidak mengerti dengan apa yang tengah ia coba lakukan. Entah mengapa ia merasa begitu sulit mengalihkan perhatiannya dari pemilik mata berwarna hazel brown itu. Tatapannya seolah tengah dikunci mati oleh gadis itu, membuatnya benar-benar tidak bisa mengalihkan pandangannya meski hanya dalam waktu satu detik.

 

 

“Kakak…”, Jiwon bergumam kecil ketika ia menyadari jika sosok Calistha kini telah berada tepat di hadapannya. Gadis itu memutari meja keramik, memasuki area dapur mereka.

 

 

“Apa yang kau lakukan di sini? Bukankah aku memintamu untuk tidak berkunjung kemari?”

 

 

 

Posisi Calistha yang saat ini tengah berdiri tepat di hadapannya akhirnya mampu membuat Siwon tersadar dari lamunanya. Pria itu kemudian mengusap wajahnya dengan kasar dan segera mengalihkan pandangannya ke arah lain, tidak ingin lagi menatap kedua manik mata berwarna hazel brown tersebut.

 

 

Mendengar nada bicara Siwon yang dingin disertai ekspresi marah, Calistha hanya mampu tersenyum dan menatapnya dengan penuh kelembutan. “Aku kemari untuk meminta maaf padamu…jika suatu saat nanti aku melakukan hal itu kembali, jangan pernah mengusirku dan memintaku untuk tidak datang ke café ini.”

 

 

 

Calistha membalikkan badannya kemudian segera berjalan meninggalkan Jiwon yang masih dilingkupi rasa penasaran dan Siwon yang begitu terlihat tidak perduli dengan apa yang diucapkannya barusan. Perlahan namun pasti, ia melangkahkan kakinya dengan mata yang tampak berkaca-kaca. Langkahnya terasa lemah dan entah mengapa ia merasakan sesak yang teramat di dadanya, membuatnya sulit untuk bernapas.

 

 

“Dia memang salah satu alasanku untuk tetap ada di dunia ini, Yoona. Tapi satu hal yang tidak kau ketahui adalah―aku melindunginya karena kau adalah satu-satunya orang yang bertanggung jawab atas segala perubahan  yang terjadi dalam dirinya.”

 

 

 

Calistha menghentikan langkahnya, kembali membalikkan badan dan tersenyum ketika mendapati Jiwon dan Siwon yang ternyata masih melihat ke arahnya. Gadis yang memiliki kaki jenjang itu akhirnya kembali melangkah, mendekati Siwon yang masih saja menatapnya dengan tajam.

 

 

“Maafkan aku, Yoona.”

 

 

Dan tanpa disadari oleh Siwon, Calistha bergerak mengalungkan kedua tangannya lalu menyapukan bibirnya dengan lembut dan ringan di atas bibir pria itu.

 

 

 

**

 

Wkwkwkwkwk…

Motongnya di saat yang tidak tepat(lagi)?

Sengaja sih sebenarnya ahahaha..

Supaya makin penasaran..

 

 

Dan yaa..semoga kalian masih mendapatkan sisi misteri di cerita ini #maksa wkwkwkwkwk

Okaylah..sampai jumpa di seri kelima yahh^_^